LANDASAN FILSAFAT
A. Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan
Sikun Pribadi (ISPI, 1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu pendidikan, ilmu pendidikan praktis, perbuatan mendidik, pengalaman mendidik, dan keyakinan pendidik, sebagai berikut :
1. Filsafat atau filsafat umum atau filsafat negara menjadi sumber segala kegiatan manusia atau mewarnai semua aktivitas warga negara suatu bangsa.
2. Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak boleh bertentangan dengan filsafat.
3. Selanjutnya ilmu pendidikan (yang bersifat teoretis) ada diurutan ketiga, sebab ia dijabarkan dari filsafat pendidikan. Di sinilah teori-teori pendidikan dirumuskan.
4. Ilmu Pendidikan praktis adalah merupakan konsep-konsep pelaksanaan teori-teori pendidikan di atas. Jadi ini dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5. Pada langkah berikutnya adalah perbuatan mendidik, yaitu tindakan-tindakan nyata dalam menerapkan teori pendidikan praktis.
6. Sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman tentang mendidik.
7. Pengalaman ini memberi umpan balik kepada teori pendidikan yang terdapat dalam ilmu pendidikan, yang memanfaatkannya untuk kemungkinan merevisi teori semula.
8. Sebagai akibat dari revisi tadi, sangat mungkin ilmu pendidikan memberi umpan balik kepada filsafat pendidikan, dan kemungkinan merevisi konsep-konsepnya.
9. Ilmu pendidikan juga mengadakan kontak hubungan dengan pengalaman-pengalaman mendidik, untuk selalu mengingatkan diri agar tidak menyimpang dari teori-teori mendidik.
10. Sementara itu perbuatan-perbuatan mendidik bisa menimbulkan keyakinan tersendiri tentang pendidikan. Suatu keyakinan yang belum tampak pada filsafat, filsafat pendidikan, maupun pada ilmu pendidikan. Keyakinan ini memberi bahan baru kepada filsafat, untuk dipikirkan kembali dan dimasukkan ke dalam filsafat.
B. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal pendidikan. Ada sejumlah filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia. Namun demikian semua filsafat itu akan menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut : (Ateng Sutisna, 1990)
1. Apakah pendidikan itu?
2. Apa yang hendak ia capai?
3. Bagaimana cara terbaik merealisasi tujuan-tujuan itu?
C. Filsafat Pendidikan di Indonesia
Ilmu pendidikan di samping bersifat empiris, ia juga bersifat normatif. Bersifat normatif artinya mengupayakan agar norma-norma tertentu dapat diinternalisasi dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Jadi ilmu pendidikan mengandung unsur-unsur fakta dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara mendidik, sedangkan upaya akan membentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan terutama dalam memasukkan norma-norma ke dalam kehidupan peserta didik.
Untuk bisa membentuk teori pendidikan Indonesia yang valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini akan menguraikan tentang :
1. Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
2. Tujuan pendidikan, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila.
3. Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.
4. Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dan pendidikan itu sendiri.
D. Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Upaya-upaya merumuskan filsafat pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Jasin dan kawan-kawan (1994) melakukan penelitian mengenai pandangan para pendidik terhadap pendidikan dengan respoden para mahasiswa PGSD, S1, S2, dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu pendidikan,yaitu:
1. Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran.
2. Ilmu pendidikan kurang dikembangkan.
3. Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
4. Belum jelas apakah ilmu pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
5. Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.
6. Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.
E. Implikasi Konsep Pendidikan
1. Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk.
2. Peranan dan pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah pengembangan afeksi.
3. Pendidikan Pancasila dan pendidikan agama tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan yang lain.
4. Materi pendidkan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral Pancasila dan ajaran agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat-istiadat yang masih hidup di masyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap dijunjung di bumi Indonesia ini.
5. Metode mengembangkan afeksi bisa dibagi dua yaitu :
• Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari.
• Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang-bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati dan dilaksanakan.
6. Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukkan ke dalam rapor seperti halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
7. Dalam mengembngkan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber materi itu berasal dari luar negeri.
8. Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi ke arah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.
keren banget.........
BalasHapussalam kenal bu'
dari pandu samudra ilahi
pgsd s1 07 unsri